Monday, January 09, 2006

friends and enemy

Aku punya satu teman yang cukup eksentrik. Sejauh yang kulihat, orangnya menyenangkan, pandai bicara, dan selalu dikelilingi oleh pikiran positif.
Satu perbincangan dengannya yang sampai saat ini aku terus ingat adalah tentang pandangannya dalam hal teman dan musuh.
" 8erz, aku ini jauh dari ortu dan rumahku di jawa timur sana. oleh karena itu, aku selalu berusaha untuk mengumpulkan teman2 baik di sekitarku, berusaha dengan sepenuh hati untuk menyayangi mereka seperti keluargaku sendiri, curhat teman-temanku yang dibagi kepadaku kuanggap sebagai sesuatu yang berharga dan pasti aku akan ikut berpikir seolah-olah itu masalahku sendiri.Aku pikir tanpa teman-teman baikku, aku tidak akan bisa bertahan di bandung sampai 3 tahun seperti ini. mereka yang berbagi kebahagiaan maupun kesedihan denganku. Manusia butuh kerabat yang bisa dipercaya dimanapun dia berada. "

Saat itu aku bertanya ," terus, apa kamu punya musuh ?"

Dia menjawab," sampai saat ini, aku rasa aku tidak punya musuh, atau mungkin, boleh dibilang, aku tidak pernah melihat seorangpun sebagai musuhku. "

Aku tertarik dengan pernyataannya dan kemudian kembali lagi bertanya," bagaimana jika seseorang menganggap kamu musuh ?"

Dia tersenyum dan terlihat sedikit senang," Udah kubilang tadi, dengan jauhnya aku dari keluarga dan rumah, dan dengan dikelilinginya aku oleh teman2 yang baik, yang memberiku energi2 positif, aku tak punya kekuatan untuk menganggap seseorang sebagai musuhku, kamu tau 8erz ? dulu, di kampung kelahiranku, aku sering sekali menghabiskan pikiranku untuk musuh2ku, saking seringnya, kadang musuh2 itu cuma bayanganku sendiri, ciptaanku sendiri, orangnya sendiri ngga pernah berniat apa-apa padaku. Dan itu membuatku capek. Pernah dengar pepatah --buat apa buang2 waktu untuk memikirkan musuhmu-- ? Nah, aku sangat setuju dengan pepatah itu. "

Selesai dia bicara, aku tanya lagi," eh wi, pertanyaannya kan, gimana kalau seseorang menganggap kamu musuhnya ?"

Dia tertawa, " yaa, maka aku harus berterima-kasih karena mau repot2 memikirkanku, membenciku, memusuhiku, berpikir dengan keras bagaimana menjatuhkanku, menghabiskan sebagian emosinya untukku. Aku bisa apa untuk mengatur pikiran seseorang ? Yang aku bisa cuma memastikan langkah dan sikapku agar tidak menyakiti seseorang, dan walaupun ternyata aku menyakiti seseorang, aku akan meminta maaf. fair lah "

Aku tersenyum, " Beda cinta dan benci memang tipis ", kataku.

" Totally agree ", sahutnya.

4 comments:

Anonymous said...

nah 8erz,
masalahnya adalah,
bagaimana kalo orang yang memusuhi kita itu berbuat macam2 pada kita, misalnya memfitnah kita ?

eighterz said...

kalau menurutku sih, begitu dia menyerang, dalam bentuk apapun, maka kita wajib untuk mempertahankan diri dengan sebaik-baiknya, dan boleh balik menyerang dengan kebenaran dan fakta.
Walaupun, tentu saja ada juga pilihan untuk memaafkan.
Pikiran yang tenang, seharusnya akan bisa melampaui pikiran yang diselubungi
hawa nafsu jahat.
Dalam hidupku, aku pernah "dimusuhi" 4 orang, saat itu aku hadapi mereka dengan pikiran yang tenang dan logis, berpatokan pada nilai-nilai yang jelas, mencoba mencari akar permasalahan yang mengakibatkan mereka memusuhiku dan mencari solusinya, dan pada akhirnya 4 orang tersebut malah jadi teman baikku yang kadang lebih dulu marah jika aku diganggu. :)

tapi nanti aku coba tanya pandangan temanku yang jadi narasumber postku ini tentang pertanyaanmu :)

8erz 05

Anonymous said...

kok beda cinta ama benci itu tipis ?
Bukannya beda buanget gitu, khan ??

Anonymous said...

Kalo dilihat dari banyaknya waktu yang keluar untuk mikirin seseorang, atau besarnya tempat di hati untuk seseorang, cinta dan benci memenag tipis bedanya.
begitu kan maksudnya 8erz?