Wednesday, August 02, 2006

Event on morning

Waktu menunjukkan pukul 11.30, ada sms masuk ke hpku, aku membacanya, Agung dan Devi sedang bercerita tentang perayaan 17 agustus tahun lalu, selesai menjawab sms tersebut dengan tulisan " ya boleh aja, ga masalah kok, aku tunggu, jangan lupa bawa minumnya juga ya ? hehehehe." aku menutup Hp ku  lalu kembali mengetik di Laptop untuk menyusun proposal. Agung mendiktekan beberapa program yang akan diadakan tahun ini, Devi ikut menimpali sambil sesekali menambah detil-detil yang tidak terpikir olehku dan Agung.

"Aku," ucap Devi tiba-tiba, " sedang sangaaat sebal pada pacarku." Lanjutnya.
Aku mendongak, menghentikan pengetikan proposal "17 Agustusan" di laptop, melepas kacamataku lalu mengernyitkan alisku, "Kok ngga keliatan Bete ?" tanyaku.
Dia tersenyum, " Aku pandai menyembunyikan perasaan bete." jawabnya, pendek.
"Lagipula, aku sedang merasa senang juga sih, kumpul bareng kalian sambil ngerjain proposal ini."
Agung angkat bicara," memangnya kenapa dengan si Hasan, Vi ?"
Devi menggeleng," Sebenarnya ngga kenapa-kenapa, dia baik, pengertian, sopan, sempurna lah." ucapnya, dia menghembuskan nafasnya lalu melanjutkan, " kadang terlalu sempurna dan pengertian." ucapnya.

Aku bisa sedikit menangkap arah pembicaraan Devi, aku kenal Hasan dia teman sekomplekku juga, orangnya baik dan ramah, tipe laki-laki yang sudah punya mental yang sudah cukup dewasa, dan rasanya aku tahu kenapa Devi sebal kepadanya, tapi urung bicara ketika Agung terlihat mau bicara lagi. " Lho ? terus apa masalahnya ?" tanyanya heran, kemudian sedikit tergelak," Kalian cewek memang makhluk yang susah untuk dipuaskan." Lanjutnya.
Devi melotot, " Bukan gitu Gung, aku senang dan tenang pacaran dengan dia, kita sama-sama saling percaya satu sama lain, tapi ada saatnya...aku ingin..." Devi terlihat ragu-ragu untuk meneruskan kata-katanya, mencari kata-kata yang tepat untuk meneruskan ucapannya. Aku meneruskan ucapan Devi sambil sedikit menebak," ingin melihat dia cemburu pada kamu ?" ujarku. Devi menoleh padaku, tersenyum kecil, " yaah, itulah.."

"Aku sering cemburu padanya, kalau dia terlihat sedang bicara akrab dengan teman2 perempuannya, walaupun dia sudah menjelaskan padaku kalau mereka cuma teman. Tapi, dia tidak pernah menunjukkan wajah yang bete, kalau aku sedang bicara akrab dengan teman-teman laki-lakiku, tadi aja, waktu aku menelpon dia untuk memberitahu bahwa aku akan bikin proposal bersama kalian di gedung serbaguna komplek, dengan menekankan bahwa aku cuma akan ditemani dua cowok, dia cuma bertanya dengan siapa aja ? Saat aku menjawab dengan nama kalian, dia cuma berkata ooh, ya udah atuh, hati-hati sayang, salam buat mereka yah, dengan suara yang datar dan biasa-biasa aja. Aku kan bingung, karena sebenarnya aku memaksakan diri datang kesini, padahal kita berdua tuh sebenarnya udah punya janji untuk ketemuan siang ini. Aku terkadang ragu dengan sayang dia." urai Devi panjang lebar.

Agung menggeleng-gelengkan kepalanya, " berhenti dong megetes pacarmu kaya gitu, vi, ngga baik lho, laki-laki tuh paling sebel kalau ditantangin cewenya." ujarnya." Lagian apa segitu pentingnya untuk tahu dia cemburu ? lebih penting dari kenyataan bahwa dia memang percaya sama kamu ?" Lanjutnya lagi.
Devi menjawab, " Aku tahu itu, dan itu juga yang bikin aku tambah sebel. Lagian apa salahnya sih kalau dia tadi sedikitnya bertanya, terus gimana dengan acara kita ? gituu, bukan cuma oh okay, hati-hati ya sayang. Kadang ngelintas dalam pikiranku bahwa mungkin dia overconfident, dan ngga percaya kalau aku bisa lepas dari sisi dia. Huh, liat aja nanti. Kapan-kapan kita nonton berdua aja yuk 8erz ??" ucap Devi dengan mata menyipit dan nada menantang.

Aku melirik jam tanganku, 11.50, tersenyum sedikit lalu berkata " Kok jadi nafsu sih, ucapan terakhir kamu, ngga sungguh-sungguh dari hati kan ?" tanyaku.
"Mungkin." jawab Devi pendek. Aku meneruskan ucapanku "Kebetulan, aku belum nonton Miami Vice nih, katanya seru.." Devi melihatku, kemudian berkata lagi," boleh juga tuh, kita nonton yuk 8erz ? kapan ?" tanyanya.
"Sekarang aja, nanti siang setelah makan siang, gimana vi ?" tanyaku sambil menatapnya. Suasana hening sejenak.

Agung mengetuk meja, " Kalian gila. " ujarnya sambil menebar senyum yang sedikit dipaksakan. " Hei...kalian dengar aku kan ?? " tanyanya lagi. Aku menoleh pada Agung, " Aku dengar kok gung, ngga ada salahnya kan mencoba ?" ujarku dengan nada canda. Aku membetulkan sikap dudukku, memasang kembali kacamataku, sambil bersiap mengetik kembali, telingaku tetap bersiaga menunggu reaksi Devi. " Boleh deh 8erz, " sahut devi tiba-tiba," tapi kamu yang bayar ya ?" lanjutnya lagi. "Beres, " jawabku sambil tidak mengalihkan pandanganku dari laptop dan berkata lagi, " sekarang kita lanjutkan lagi sebentar pembuatan proposal ini seberesnya ya ?" ujarku sambil mulai mengetik lagi. "Aku ngga ikutan dalam hal kalian ini ya ?" kata Agung sambil mengangkat bahu, berusaha cuek.

Suasana pembuatan proposal berubah jadi sedikit beraroma tegang, aku tetap santai sambil bertanya pada Agung atau Devi, detil-detil yang perlu aku ketik di proposal. Mereka menjawabnya, namun mereka sendiri tidak lagi saling ngobrol seperti sebelumnya. Sekitar 10 menit berlalu dengan suasana yang sama. Kemudian, sekitar jam 12 lebih 5, Hasan masuk ke ruang gedung serbaguna sambil membawa makanan dan minuman untuk 2 orang. " Hai semua, aku bawain makan siang nih, kok pada serius amat sih ?" tanyanya santai sambil melangkah masuk.

Devi terbengong melihat Hasan datang, sedikit salah tingkah. Agung menepuk pundakku. Aku memutar kursiku menghadap Hasan, " Wah, tepat waktunya San, aku udah lapar nih." ujarku.
Devi masih menatap Hasan yang semakin mendekat, melirik cepat dengan sedikit gelisah padaku. Agung berbisik, " Sialan kamu 8erz, ini permainan kamu lagi ya ?" tanyanya. Aku cuma tersenyum. Sesampai disamping Devi, dia membelai rambut Devi sambil berkata dengan simpatik ," kenapa say ? kok kamu ngelihat aku dengan cara seperti itu ?" tanyanya. "eh, ngga apa-apa kok." jawab Devi cepat. Agung kemudian berkata setelah memeriksa bungkusan yang dibawa Hasan, " kok cuma 2 San ? kita kan bertiga ?" tanyanya. " Oh, aku mau minta izin menculik Devi nih, boleh kan ? Aku mau ngajak dia makan siang diluar, kalian ngga keberatan kan ? " tanya dia.

Aku mengangkat bahu, " Ngga apa-apa kok San, silakan aja, proposal ini hampir beres kok, dan kita berdua aja udah cukup buat ngeberesin." Jawabku. "Kamu mau kan say ?" tanya Hasan sambil memandang Devi. Muka Devi terlihat menarik, bingung bercampur senang bercampur lega bercampur cemas kalau boleh aku gambarkan. Devi melihat ke arahku, aku tersenyum sambil mengangguk. " Eh, ayo deh say, mau makan dimana kita ?" tanyanya sambil berdiri. "Hmm, ikut aja dulu deh, oke, yuk ah 8erz, Gung, aku culik dulu pacarku ini." jawab Hasan sambil mengamit tangan Devi. "Oke pangeran, selamat bersenang-senang." Jawabku, " dan terima kasih atas antaran makanannya." sambungku lagi. Hasan tertawa," jangan lupa buang sampahnya yang bener loh jangan sampai gedung serbaguna ini kotor." ucap Hasan sambil melangkah.

Aku berdiri, mendekati Devi, " Sebentar ya San, "ujarku, lalu berbisik pada Devi ," Dia sayang pada kamu lho, soal cemburu-cemburuan, ngga usah dipikirin deh, tiap laki-laki punya caranya sendiri untuk menunjukkan cemburunya.Liat aja nanti. omongan terakhir kita, anggap ngga pernah terjadi ya, kamu cewek yang baik kok. have fun Vi." bisikku. " Sialan kamu 8erz." ucap Devi singkat. Hasan terlihat penasaran dan sedikit terganggu, "Bisikin apa sih 8erz ?" tanya dia. "Ngasih wasiat supaya jaga diri baik-baik." jawabku dengan nada canda. " Hahaha, emangnya aku bakal ngapain ? ada-ada aja kamu mah." ucap Hasan. Aku memasukkan tanganku ke saku, " Tuh kan ?" tanyaku ke Devi, sambil melirik ke Hasan. Devi tersenyum, kemudian berkata " oke deh, makasih ya teman-teman, aku pergi dulu ya." Devi mengamit tangan Hasan sambil berjalan keluar berdua.

Aku kembali ke tempat duduk, Agung kemudian menjitak kepalaku, " Bilang-bilang kek, kalau dia mau datang." katanya. " Nanti ga rame dong." jawabku. Hasan berkata lagi, "Hehehe, devi bukan tipe cewek yang bisa selingkuh ya ?" ucapnya. " Begitulah,dia anak yang baik, cuma lagi sedikit bingung dan manja aja, nah, sekarang kalau kamu udah lapar, makan duluan aja sana, aku masih kenyang." Ujarku sambil mengambil minuman yang dibawa Hasan dan menyeruputnya.


8erz'06

8 comments:

Anonymous said...

(Lol. Life is stranger than fiction)

Recomended reading for 8erz: "Parker Pyne Investigates" from Agatha Christie

Read it if you haven't!

eighterz said...

Yep, life is indeed stranger than fiction. as i said earlier before, to me, this world is an extraordinary world. that's why i build this blog.
I will search 4 your recomended book. thanks.

regards,

8erz '06

Astrid said...

geuleuuhh.......... kenapa di post ini kamu digambarin kaya tokoh komik banget sih? lepas kacamata lah, masukin saku ke tangan lah, tersenyum sedikit lah, bercanda sambil pura-pura lah.. aarghh!! kebagusan tau digambarinnya! mentang-mentang tokoh utama, kuat banget karakternya!
>:P

eighterz said...

kadang emang, dalam kehidupan nyata pun, aku sering jadi tokoh komik sih.
salah satu karakterku itu mah, ngga bisa di atur kapan keluar atau ngganya.
:P

Anonymous said...

Mungkin sebenernya tiap orang menciptakan dirinya sebagai tokoh komik tertentu, salah satunya adalah kaya komiknya 8erz.
Kita semua bisa hidup bahagia didunia komik kita.
Mungkin 8erz berbakat buat nulis komik lho...

Masalahnya, dunia komik bukanlah dunia nyata, bukan ?

eighterz said...

Betul, dunia komik bukanlah dunia nyata.
imajinasi tepatnya.
Tapi seperti yang anin bilang,
Hidup tuh lebih aneh dari sebuah fiksi.
And i agree with that. :)

Anonymous said...

Kamu sudah memilih mana realita yang kamu ingini dari mimpi kupu-kupumu. Itu suatu hal yang patut kau banggakan.

(jangan dipikirkan apa maksudnya)

OeCuPz DaNTa said...

yes life is weirder than a fiction but more complicated than a fact! ^_-